Minggu, 11 Januari 2009

sutra bakti tahap akhir

Anak-anak tidak berbakti seperti itu mungkin akhirnya punya ayah seorang duda atau ibunya seorang janda. Orang tua yang sendirian itu ditinggalkan sendirian dirumah yang kosong dan merasa seperti tamu dirumahnya sendiri. Mereka mungkin tahan menghadapi dingin dan lapar, tetapi tidak ada yang memperhatikan kesusahan mereka. Mereka mungkin menangis terus-menerus dari pagi hingga malam, berkeluh kesah dan meratap. Adalah wajib bagi anak-anak menyediakan makanan dan minuman yang enak bagi orang tua mereka yang menua, tetapi anak-anak yang tidak bertanggung jawab sudah pasti melupakan kewajiban-kewajibannya. Bila mereka pernah mau mencoba menolong orang tuanya dengan cara apapun, mereka merasa malu dan takut ditertawakan orang lain. Namun anak-anak yang demikian itu memfoya-foyakan harta dan makanan kepada anak dan istri mereka, tanpa menghiraukan kerja dan kelelahan dalam melakukannya. Anak-anak tidak berbakti lainnya, mungkin diancam istrinya sedemikian rupa sehingga mereka mengikuti segala keinginan istri. Tetapi bila diminta oleh orang tuanya dan orang-orang yang lebih tua, mereka tidak memperdulikannya sama sekali tidak tergerak hatinya melihat keadaan mereka.

Dapat terjadi bahwa anak-anak perempuan berbakti kepada orang tuanya sebelum kawin, tetapi makin lama makin membangkang sesudah mereka kawin. Keadaan dapat menjadi begitu parah sehingga bila orang tua menunjukan ketidaksenangan sedikit saja, anak-anak perempuan menjadi penuh kebencian dan dendam terhadap mereka. Tetapi, mereka sanggup menahan kemarahan dan pukuulan-pukulan suami mereka dengan senang, sekalipun pasangan mereka adalah orang lain dengan ikatan keluarga yang lain dan nama keluarga yang lain pula. Ikatan emosional diantara pasangan-pasangan yang demikian adalah sangat erat, tetapi anak-anak perempuan yang demikian menjauhi orang tuanya. Mereka mungkin mengikuti suami, dan pindah ke kota lain dan meninggalkan orang tuanya sama sekali. Mereka tidak merindukan orang tuanya dan sama sekali tidak berhubungan dengan orang tuanya. Bila orang tua terus-menerus tidak mendengar kabar dari anak-anak perempuannya, mereka khawatir terus-menerus. Mereka begitu dibebani oleh kesedihan seolah-olah mereka dihukum gantung dengan kepala di bawah. Setiap pemikiran mereka ialah untuk melihat anak-anaknya seperti yang haus merindukan sesuatu untuk diminum. Pemikiran mereka yang baik untuk anak-anak tidak pernah berhenti.

Kebajikan dari kebaikan orang tua sungguh luas dan tidak terbatas. Bila seseorang berbuat kesalahan karena tidak berbakti, alangkah sukar membayar kembali kebaikan itu!.

Pada ketika itu, setelah mendengar Sang Buddha berbicara tentang dalamnya kebaikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menjatuhkan diri mereka ke tanah dan mulai memukuli dada mereka dan menghempaskan diri mereka hingga semua pori-pori mereka mengeluarkan darah. Beberapa orang pingsan diatas tanah, sedangkan yang lain menghentakan kakinya dalam kesedihan. Lama baru mereka dapat mengatasi diri mereka. Dengan suara keras mereka meratap, “Alangkah menderitanya! Alangkah sakitnya! Alangkah sakitnya! Kami semua bersalah. Kami adalah penjahat yang tidak pernah sadar, seperti mereka yang berjalan di malam yang gelap. Kami baru sekarang menyadari kesalahan-kesalahan kami dan hati kami tercabik-cabik. Kami hanya berharap Sang Bhagava mengasihi dan menyelamatkan kami. Mohon ajarilah kami bagaimana mengembalikan kebaikan yang mendalam dari orang tua kami!”

Pada waktu itu Tathagata memakai delapan macam suara yang sangat dalam dan bersih, seraya berkata kepada sekumpulan besar itu, “Anda semua harus megetahui ini, sekarang akan Aku jelaskan beberapa segi dari hal ini.”

“Bila ada seseorang yang mengangkat auahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan bahu kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga tulangnya hancur menjadi debu, dan orang-orang tersebut mengelilingi Puncak Semeru seratus ribu kalpa lamanya sehingga darah yang keluar dari kakinya membasahi pergelangan kakinya, orang tersebut belum cukup membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”

“Bila ada seseorang yang selama waktu stu kalpa yang penuh dengan kesukaran dan kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya sendiri untuk member makan orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang ia lalui dalam perjalanan seratus ribu kalpa, orang itupun belum membalas kebaikan yang ada dalam dari orang tuanya.”

“Bila ada satu orang yang demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan mencungkil kedua belah matanya dan mempersembahakannya kepada Tathagata, dan terus melakukannya hingga berates-ratus kalpa, orang tersebut masih tetap belum membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”

“Bila ada orang demi ayah dan ibunya, mengambil sebuah pisau tajam dan mengeluarkan jantung dan hatinya sehingga darsh mengucur dan menutupi tanah dan dia melakukan ini dalam berates ribu kalpa, tiada sekalipun mengeluh tentang kesakitannya. Orang tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya.”

“Bila ada orang yang demi orang tuanya, menghancurkan tulang-tulangnya sendiri sampai ke sumsum dan melakukan ini hingga berates ribu kalpa. Orang itu tetap belum membalas kebaikan dari orang tuanya.”

“Bila ada orang yang demi orang tuanya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan berbuat demikian hingga berates ribu kalpa, orang itu tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”

Pada waktu itu, ketika mendengar “Buddha membicarakan kebaikan dan kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis diam-diam dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkan dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang Bhagava, “Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?.”

Sang Buddha menjawab, “Wahai siswa-siswa Buddha, bila engkau ingin membalas kebaikan orang tuamu, tulislah Sutra ini untuk mereka. Kumandangkanlah Sutra ini untuk mereka. Bertobatlah atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan demi mereka. Untuk kepentingan orang tua berikanlah persembahan kepada Sang Triratna. Demi orang tua, patuhlah kepada perintah untuk hanya memakan makanan suci dan bersih. Demi orang tua biasakanlah berdana dan mencari keberkahan. Bila engkau dapat melakukan ini, engkau adalah anak yang berbakti. Bila engkau tidak melakukannya, engkau adalah orang yang akan menuju pada alam sengsara.”

Sang Buddha mengatakan kepada Ananda, “Bila sesorang tidak berbakti ketika hidupnya berakhir dan badannya tidak berbakti ketika hidupnya berakhir dan badannya membusuk, dia akan jatuh ke dalam Neraka Avici yang tidak terbatas. Neraka yang besar ini kelilingnya delpan puluh ribu yojana, dan dikelilingi dingding besi pada keempat sisinya. Di atas ditutup oleh jaring-jaring, dan lantainya juga dibuat dari besi. Api akan membakar dengan berkobar-kobar, sementara itu petir bergemuruh dan sambaran kilat yang berapi-api akan membakar. Perunggu yang cair dan cairan besi akan disiramkan ke atas badan orang-orang yang bersalah. Anjing-anjing perunggu dan ular-ular besi terus-menerus memuntahkan api dan asap yang membakar orang-orang bersalah dan memanggang badan dan lemaknya menjadi bubur.”

“Oh, penderitaan yang hebat! Sukar menahankannya, sukar menanggungkannya! Ada galah, pengait, lembing-lembing, tombak-tombak, besi dan rantai-rantai besi, pemukul-pemukul dari besi, dan jarum-jarum besi. Roda-roda dari pisau besi turun bagai hujan dari udara. Orang yang bersalah itu dicincang, dipotong atau ditikam dan mengalami hukuman-hukuman yang mengerikan ini selama berkalpa-kalpa tidak henti-hentinya. Kemudiaan mereka memasuki neraka-neraka berikutnya, dimana kepala mereka akan ditutupi dengan mangkok-mangkok yang panas sekali, sedangkan roda-roda besi akan menggilas badan mereka secara mendatar dan tegak lurus sehingga perut mereka pecah dan daging serta tulang-tulangnya menjadi lebur. Dalam satu hari mereka akan mengalami beribu-ribu kelahiran dan kematian. Penderitaan-penderitaan yang demikian adalah akibat melakukan kelima perbuatan jahat dan karena tidak berbakti selama seseorang masih hidup.”

Pada waktu itu setelah mendengar Sang Buddha membicarakan Sutra tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dengan sedihnya dan berkata kepada Tathagta, “Pada hari ini, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?.”

Sang Buddha berkata, “Wahai siswa-siswa Buddha, bila engkau ingin membalas kebaikan-kebaikan mereka, maka demi mereka salinlah Sutra ini. Ini sesungguhnya membalas kebaikan mereka. Bila seseorang dapat menyalin satu saja maka ia akan melihat satu Buddha. Bila seseorang dapat menyalin sepuluh buah, maka dia akan melihat 10 Buddha. Bila seseorang dapat menyalin 100, maka dia akan bertemu 100 Buddha. Bila seseorang dapat menyalin 1.000, maka ia akan melihat 1.000 Buddha. Bila seseorang dapat menyalin 10.000, maka ia akan melihat 10.000 Buddha. Inilah kekuatan yang diperoleh bila orang-orang saleh menyalin Sutra. Semua Buddha akan selamanya melindungi orang-orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkjan penderitaan-penderitaan mereka.”

Pada ketika itu, Ananda, dan lain-lainnya dalam kumpulan besar itu – asura, garuda, kinnara, mahoraga, manusia, bukan manusia, dan lain-lainnya – demikian juga dewa-dewa, naga, yaksha, gandarwa, raja-raja bijaksana yang memutar roda, dan semua raja-raja yang lebij kecil, merasakan semua bulu pada badan mereka berdiri setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha. Mereka menangis dengan sedihnya dan tak sanggup menghentikannya. Masing-masingnya bertekad dan berkata, “Kami semua mulai sekarang sampai perwujudan akhir dari masa mendatang, akan lebih suka badan kami dilumatkan menjadi abu untuk berates ribu kalpa daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka lidah kami dicabut, sehingga akan memanjang sepanjang satu yojana penuh, dan untuk selama seratus ribu kalpa sebuah luku besi ditarik diatasnya, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka roda dengan seratus ribu pisau menggelinding bebas diatas badan kami, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka badan kami diikat dengan jaring besi selama seratus ribu kalpa, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka badan kami dicincang, dipotong, dirusak, dan dipahat menjadi sepuluh juta potong sehingga kulit, daging, persendian, dan tulang-tulang kami betul-betul hancur, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata."

Pada ketika itu, Ananda dengan agung dan perasaan damai, bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kepada Sang Buddha, “Sang Bhagava, apakah nama Sutra ini bila kami mengikutinya dan menjaganya?.”

Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Sutra ini disebut SUTRA KASIH YANG MENDALAM DARI ORANG TUA DAN KESULITAN MEMBALASNYA. Pakailah nama ini bila engkau mengikutinya dan menjaganya.”

Pada ketika itu, kumpulan besar itu, dewa-dewa, manusia-manusia, asura, dan lain-lainnya, mendengar apa yang telah dikatakan oleh Sang Buddha, betul-betul merasa gembira. Mereka mempercayainya, menerimanya, dan menyesuaikannya dengan tingkah laku mereka dan kemudian menunduk hormat dan berlalu.

Tidak ada komentar: